Memasyarakatkan Jamu dengan Lisan dan Tulisan
Sejatinya,
saya termasuk orang yang terlambat tertarik dengan jamu. Mungkin, karena saya
hidup di lingkungan keluarga yang tidak dekat dengan tradisi minum jamu.
Kalaupun mengkonsumsi jamu itu bukan dari ramuan sendirian. Melainkan, membeli
dari mbak-mbak bakul jamu gendong yang rutin datang seminggu sekali di depan rumah.
Perkenalan
paling mengesankan dengan jamu adalah saat masih duduk di sekolah dasar. Kala
itu sedang ngetren jamu ‘buyung upik’ yaitu jamu yang rasanya lebih manis –karena
diberi campuran madu yang banya-- khusus untuk anak-anak. Saya tidak tau pasti
apa khasiatnya. Tapi yang jelas waktu itu, saya suka sekali jika mbak jamu
lewat depan rumah. Itu artinya saya bisa merengek minta dibelikan jamu ‘buyung
upik’ pada ibu.
Tradisi
minum jamu ini tidak berlangsung langgeng. Begitu mbak-mbak jamu itu tidak
pernah datang lagi, tradisi minum jamu keluarga kami juga berhenti. Padahal, di
sekitar rumah kami sebenarnya tanaman obat yang bisa diolah menjadi jamu banyak
tersedia. Seperti temu-temuan, kunir, kencur, jahe, kapulaga dan sejenisnya.
Demikian juga dengan tanaman obat lain seperti sambiloto, mahkotadewa, pepaya, jeruk
nipis dan lain-lain. Kami lebih memilih ke dokter atau mantri kesehatan untuk
berobat, sekalipun hanya untuk mendapatkan obat penambah nafsu makan.
Jatuh Cinta pada Jamu
Ketika
kuliah di Yogyakarta saya bisa dengan mudah menemukan penjual jamu keliling. Di
sana juga saya mendapatkan banyak pengetahuan yang benar dan ilmiah tentang
jamu. Beberapa kali Saya sempat mengikuti seminar tentang jamu dan potensi
pekarangan untuk mengembangkan tanaman biofarmaka.
Sebelumnya
saya tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang jamu. Pikiran sederhana saya
waktu itu menerjemahkan bahwa jamu merupakan obat-obatan berbentuk serbuk,
memiliki cita rasa pahit (kecuali jamu buyung upik tentunya) dan dibuat oleh
orang jawa. Hehehe…sesederhana itu pikiran saya waktu itu tentang jamu.
Laos dan Bawang Putih Bagian Tanaman Berkhasiat Obat |
Namun,
seiring waktu saya mulai paham bahwa jamu adalah istilah yang digunakan untuk
menyebut obat-obatan dan suplemen tradisional asli warisan leluhur dari Indonesia.
Belakangan dikenal juga dengan istilah herbal. Jamu terbuat dari bahan-bahan
alami seperti daun-daunan, akar, rimpang, kulit batang, buah dan bagian lain
yang berkhasiat obat dari tumbuhan. Selain tumbuhan beberapa bagian atau yang
dihasilkan oleh hewan juga sering digunakan seperti madu, empedu kambing dan
sebagainya.
Oo..ternyata
jamu tidak sesempit yang saya ketahui selama ini. Ternyata jika saya membuat
ramuan perasan daun pepaya untuk meningkatkan nafsu makan, itu merupakan jamu.
Atau jika saya membuat air rebusan daun salam untuk menurunkan kadar asam urat
itu juga termasuk jamu. Mengetahui semua itu seakan membuka mata saya
lebar-lebar, bahwa alam sudah menyediakan potensi obat-obatan yang melimpah.
Apa yang ada di halaman rumah saya merupakan investasi kesehatan yang luar
biasa jika mau dikembangkan. Temu-temuan, kunir, jahe, laos, pepaya, mahkota
dewa, kemangi, tebu dan lain-lain. Hanya memerlukan pengetahuan dan kemauan
untuk mengolahnya menjadi jamu.
Sejak
itu saya mulai jatuh cinta dengan jamu. Saya semakin tertarik untuk menggali
pengetahuan tentang jamu dan tanaman herbal. Berbagai resep jamu saya kumpulkan
dan sesekali saya praktekkan untuk memberi pertolongan pertama jika diri
sendiri atau anggota keluarga sakit. Saya sering menggunakan perasan air daun
pepaya untuk menambah nafsu makan. Rebusan daun tapak dara untuk mengobati
kencing manis, wedang jahe untuk menghangatkan badan, jamu beras kencur sebagai
tonikom (penyegar) serta menghilangkan pegal-pegal pada tubuh dan lain
sebagainya.
Ramuan Daun Pepaya untuk Menambah Nafsu Makan |
Ya,
kita patut bangga pada jamu. Karena jamu merupakan salah satu karya bangsa.
Bahkan Kemendikbud sedang berusaha untuk mengajukan pada Lembaga Kebudayaan
PBB, UNISCO untuk mendapatkan pengakuan bahwa jamu sebagai Warisan Dunia Karsadan Karya Bangsa Indonesia.
Mengenalkan Secara Lisan
Semangat
untuk mencintai jamu sebagai warisan medis dari leluhur tidak saya nikmati
sendiri. Dalam berbagai kesempatan saya berbagi pengalaman manfaat mengkonsumsi
jamu dan cara pengolahannya dengan teman dan saudara. Jika ada saudara yang
demam, sakit dan sejenisnya saya lebih senang menyarankan mereka untuk
mengkonsumsi jamu. Jika mengetahui ramuan yang sesuai untuk sakit yang mereka
derita, saya akan memberikan resepnya dengan sukarela.
Ini
adalah cara sederhana saya untuk memasyarakatkan jamu. Karena, cara ini juga
yang telah ditempuh oleh nenek moyang kita, sehingga pengetahuan tentang jamu
tetap awet dari generasi ke generasi. Sekarang adalah tanggung jawab saya, Anda
dan kita semua untuk meneruskan estapet pengetahuan tersebut ke generasi
selanjutnya.
Sekarang
menjadi lebih mudah. Karena jamu instan dan kemasan sudah banyak diproduksi dan
dijual di apotik-apotik dan toko-toko obat. Anda bisa merekomendasikan mereka
untuk memilih obat-obatan tradisional tersebut. Tentunya tetap dengan
memberikan edukasi agar mereka memilih jamu kemasan yang sudah terdaftar di
Badan POM RI.
Menyebarkan Melalui Tulisan
Tidak
dipungkiri, respon masyarakat dalam menerima pengetahuan tradisional cenderung
rendah. Kehadiran teknologi pengobatan modern yang lebih praktis dan cepat
cenderung membuat manusia semakin mengesampingkan pengobatan tradisional yang
dinilai lebih merepotkan dan reaksinya cenderung lebih lambat.
Namun
perkembangan itu tidak perlu membuat kita pesimis. Yang perlu dilakukan adalah
terus mengedukasi masyarakat secara masif. Memberikan pengetahuan yang benar tentang
jamu dan mengajak mereka untuk mencintai jamu.
Ensiklopedia Tanaman Obat (Rumah Ide, 2013) |
Hal
inilah yang kemudian menggerakkan saya untuk membagi kumpulan pengetahuan
tentang jamu dan tanaman obat dalam bentuk tulisan. Kumpulan pengetahuan
tersebut kemudian saya bukukan yaitu ‘Ensiklopedia
Tanaman Obat’ yang diterbitkan oleh Rumah Ide. Sementara itu kumpulan resep
obat-obatan tradisional yang saya peroleh dari buku dan hasil wawancara dari
berbagai narasumber juga insya Allah akan diterbitkan dalam bentuk buku.
Sebagai penulis tentu inilah upaya terbaik yang bisa saya lakukan.
Ya,
untuk saat ini kekuatan lisan harus didampingi dengan kekuatan tulisan. Bersatunya
dua kekuatan itu insya Allah akan cukup efektif untuk memasyarakatkan jamu di
lingkungan kita.
Memasyarakatkan Jamu secara Terpadu
Memasyarakatkan jamu secara terpadu perlu dilakukan. Semua pihak dituntut untuk mengambil peran sesuai dengan posisi, pengetahuan dan kemampuannya. Misalnya, apoteker dan dokter memberikan pengetahuan yang benar tentang
jamu kepada para pasien atau minimal tidak mendeskriditkan jamu sebagai ramuan
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan ‘keilmiahannya’. Sudah waktunya ahli-ahli
farmasi dan kesehatan di negeri ini meneliti potensi jamu. Menemukan resep dan
dosis yang tepat dalam mengkonsumsi jamu. Sehingga jamu bisa diakui, diterima
dan dapat dipertanggung jawabkan dari sisi ilmiahnya.
Penulis
memasyarakatkan jamu dalam bentuk tulisan. Blogger mengedukasi masyarakat
tentang jamu melalui postingan tulisan, foto dan kampanye tentang jamu di
blognya. Guru memberi edukasi tentang jamu pada muridnya sejak dini. Ibu-ibu
PKK mengajak masyarakat menanam tanaman toga dan mendidik kadernya untuk membuat
ramuan jamu. Jadi, semua pihak sejatinya bisa memberikan kontribusi positif
untuk memasyarakatkan jamu.
Jadi,
mari mencintai jamu dan mari mengambil peran untuk memasyarakatkan jamu!
Referensi:
4 Comments
Setuju, tulisan punya kekuatan dahsyat untuk promosi
ReplyDeleteThanks mbak Arin dah mampir :)
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteTinggalkan Komen Ya!